Pembuktian Terbalik pada Pelaku Korupsi
Seri : Bacaan Tiga Menit
Pembuktian Terbalik pada Pelaku Korupsi
Korupsi merupakan sebuah cara untuk mengeksploitasi aset negara dengan jabatan yang dimilikinya. Singkatnya korupsi adalah memperkaya diri sendiri dengan memanfaatkan keadaan tertentu.
Jabatan dianalogikan dengan kekuasaan, karena sejatinya kekuasaan dan korupsi bagaikan pinang dibelah dua, artinya dimana ada korupsi disitu pasti ada kekuasaan dibelakangnya. Hal ini pun sejalan dengan aksioma yang mengatakan bahwa korupsi mengikuti watak kekuasaan, artinya jika kekuasaan itu sentralistik korupsi pun mengikutinya berwatak sentralistik.
Selama Pandemi Covid-19 kasus korupsi kian melonjak, namun masyarakat belum puas jika pelaku hanya tertangkap namun hukumannya bisa dibilang sangat ringan. Sejatinya korupsi merupakan sebuah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) maka penanganan dan hukumannya pun harusnya lebih berat.
Lalu apa itu Pembuktian Terbalik?
Sistem pembuktian terbalik adalah aturan khusus yang dibentuk pemerintah melalui dikeluarkannya ketentuan UU No. 31 Tahun 1999 yang sebagaimana dirubah dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Singkatnya pembuktian terbalik adalah terdakwa wajib membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah dan harus membantah dalil-dalil yang dilontarkan Penuntut umum.
Pembuktian terbalik kian sulit dicapai, karena disinyalir banyaknya kebohongan yang bisa dimanipulasi oleh terdakwa dalam membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.
Oleh :
Nur Jamil
Mahasiswa Hukum UIN Jakarta
Asisten Advokat di Sahardjo Pejuang keadilan