Marsinah

MENGENAL PEJUANG KEADILAN

Sesi 4 : Pejuang Upah Minimum

Marsinah

Aku melihat begitu banyak tangan berlumuran darah…..

Aku melihat bagaimana keserakahan boleh terus berlangsung.

Para pemilik modal boleh terus mengeruk keuntungan, para manager dan para pemegang kekuasaan boleh terus-menerus bercengkerama diatas setiap tetes keringatku.

Tapi seorang buruh kecil seperti diriku berani membuka mulutnya menuntut kenaikan upah? Nyawanya akan terenggut,

Itu merupakan perkataan Marsinah dalam sebuah petikan dialog dari naskah monolog berjudul Marsinah Menggugat karya Ratna Sarumpaet.

Bentuk Rasa Belasungkawa

– Kisah Marsinah ini kemudian diangkat menjadi sebuah film oleh Slamet Rahardjo, dengan judul “Marsinah (Cry Justice)” (imdb.com). Film berbiaya sekitar Rp 4 miliar itu sempat menimbulkan kontroversi. Salah satu penyebabnya adalah munculnya permintaan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jacob Nuwa Wea yang meminta pemutaran film itu ditunda.
– Seniman Surabaya dengan koordinasi penyanyi keroncong senior Mus Mulyadi meluncurkan album musik dengan judul Marsinah. Lagu ini diciptakan oleh komponis MasGat untuk mengenang jasa-jasa Marsinah.
– Sebuah band beraliran anarko-punk yang berasal dari Jakarta bernama Marjinal, menciptakan sebuah lagu berjudul Marsinah, yang didedikasikan khusus untuk perjuangan Marsinah. Lagu ini dibawakan sekaligus dalam 2 albumnya, yaitu album termarjinalkan dan album terbaru mereka bertajuk predator, masing-masing dalam versi yang berbeda.

Biografi

Marsinah (10 April 1969 – 8 Mei 1993) adalah seorang aktivis dan buruh pabrik pada masa Orde Baru, bekerja pada PT. Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yang diculik dan kemudian ditemukan terbunuh pada 8 Mei 1993, setelah menghilang selama tiga hari. Mayatnya ditemukan di hutan yang berada di dusun Jegong, desa Wilangan dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat.

Dua orang yang terlibat dalam otopsi pertama dan kedua jenazah Marsinah, Haryono (pegawai kamar jenazah RSUD Nganjuk) dan Prof. Dr. Haroen Atmodirono (Kepala Bagian Forensik RSUD Dr. Soetomo Surabaya), menyimpulkan Marsinah tewas akibat penganiayaan berat.

Penyebab

Awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur Soelarso mengeluarkan Surat Edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi imbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Imbauan tersebut tentunya disambut dengan senang hati oleh karyawan, Namun di sisi pengusaha berarti tambahnya beban pengeluaran perusahaan. Pada pertengahan April 1993, PT. Catur Putra Surya (PT. CPS) Porong membahas surat edaran tersebut dengan resah. Akhirnya, karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250.

Garis waktu

Marsinah adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putra Surya yang aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa tersebut antara lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada tanggal 2 Mei 1993 di Tanggulangin, Sidoarjo.

Pada 3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat turun tangan mencegah aksi buruh.

Kemudian pada 4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp 1.700 per hari menjadi Rp2.250. Tunjangan tetap Rp550 per hari mereka perjuangkan dan bisa diterima, termasuk oleh buruh yang absen.

Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Marsinah menjadi salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan. Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.

Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.

Penghargaan

Marsinah memperoleh Penghargaan Yap Thiam Hien pada tahun 1993.

Kasus Marsinah menjadi catatan Organisasi Buruh Internasional (ILO), dikenal sebagai kasus 1773.

Gelar Pahlawan Buruh Nasional diberikan kepada Marsinah, saat peringatan Hari Buruh Internasional di Jakarta, 1 Mei 2022. oleh Partai Buruh

sumber :
– wikipedia
– kompas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Opini

Previous article

Kewajiban dan Hak Konsumen
Info

Next article

Itikad Baik Pelaku Usaha