Itikad Baik Pelaku Usaha
Mengenal Perlindungan Konsumen
Sosialisasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Sesi 5 : Itikad Baik (Kewajiban dan Hak) Pelaku Usaha
Pendahuluan
Ingat ! pelaku usaha adalah :
– setiap orang perseorangan atau badan usaha,
– baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum
– yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia,
– baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha
– dalam berbagai bidang ekonomi
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Hak pelaku usaha adalah:
a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban pelaku usaha adalah:
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Hal yang penting di sini adalah terkait itikad baik sebagai hak ataupun kewajiban.
Apa yang dimaksud dengan itikad baik ?
Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undangundang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Itikad baik dalam bahasa Inggris disebut good faith, sedangkan dalam bahasa Latin disebut bona fides.
itikad baik adalah sebuah asas hukum dalam hukum perdata yang terkait dengan kejujuran, niat baik, dan ketulusan hati.
Itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian adalah berarti kepatuhan, yaitu penilaian terhadap tindak tanduk suatu pihak dalam hal melaksanakan apa yang telah dijanjikan dan bertujuan untuk mencegah kelakukan yang tidak patut dan sewenang-wenang dari salah satu pihak.
Asas itikad baik dapat dibedakan atas itikad baik yang subyektif dan itikad baik yang obyektif.
Itikad baik dalam pengertian yang subyektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang atas dalam melakukan suatu perbuatan hukum, yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang pada saat diadakan suatu perbuatan hukum.
Sedang itikad baik dalam pengertian yang obyektif dimaksudkan adalah pelaksanaan suatu perjanjian yang harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa yang dirasakan patut dalam suatu masyarakat.
Itikad baik secara subyektif menunjuk pada sikap batin atau unsur yang ada dalam diri pembuat, sedangkan itikad baik dalam arti obyektif lebih pada hal-hal diluar diri pelaku.
Itikad baik dalam sebuah penjanjian harus ada sejak suatu perjanjian akan disepakati. Dengan kata lain, bahwa itikad baik telah ada pada saat negosiasi prakesepakatan untuk membuat dan/atau menyusun suatu perjanjian.
Ridwana Khairandy. menyatakan bahwa Itikad baik sudah harus ada sejak fase prakontrak dimana para pihak mulai melakukan negosiasi hingga mencapai kesepakatan dan fase pelaksanaan kontrak.
Keberadaan itikad baik dalam setiap hubungan dengan masyarakat memberi arti penting bagi ketertiban masyarakat, itikad baik sebagai sikap batin untuk tidak melukai hak orang lain menjadi jaminan bagi hubungan masyarakat yang lebih tertib.
Prof Dr Siti Ismijati Jenie SH CN saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Hukum UGM, menyampaikan Pidato Pengukuhan berjudul Itikad Baik, Perkembangan Dari Asas Hukum Khusus Menjadi Asas Hukum Umum Di Indonesia.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mempergunakan istilah itikad baik dalam 2 pengertian. Pertama, itikad baik dalam pengertian arti subyektif.
Dalam bahasa Indonesia, itikad baik dalam arti subyektif disebut kejujuran. Hal itu terdapat dalam pasal 530 KUHP Perdata dan seterusnya yang mengatur mengenai kedudukan berkuasa (bezit). Itikad baik dalam arti subyektif ini merupakan sikap batin atau suatu keadaan jiwa. Sedangkan tikad baik dalam arti obyektif. Dalam bahasa Indonesia disebut kepatutan. Hal ini dirumuskan dalam ayat (3) pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi : Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Kejujuran (itikad baik) tidak terletak pada keadaan jiwa manusia, akan tetapi terletak pada tindakan yang dilakukan oleh kedua belah pihak dalam melaksanakan janji, jadi kejujuran disini bersifat dinamis. Kejujuran dalam arti dinamis atau kepatutan ini berakar pada sifat peranan hukum pada umumnya, yaitu usaha untuk mengadakan keseimbangan dari berbagai kepentingan yang ada dalam masyarakat.
Oleh :
Henky Irawan SH.
Kepala Divisi Perlindungan Konsumen Firma Hukum Sahardjo Pejuang Keadilan
Sekretaris Klub Hukum