Keadilan bagi Perempuan sebagai Korban Pelecehan dan Kekerasan
(Penulis: Tiarma Simanjuntak)
Para perempuan di seluruh dunia khususnya di Negara Indonesia terus menerus menghadapi pelecehan dan kekerasan seekaual, baik secara pelecehan secara nonfisik mapun pelecehan secara fisik. Pelecehan seksual non fisik, masuk ke dalam pelecehan secara verbal yang dimana termasuk ucapan yang bersifat seksual, komentar sugestif, lelucon yang melecehkan dan ancaman seskual. Pelecehan nonverbal termasuk juga tatapan mata yang mengintimidasi, Gerakan tubuh yang memberikan isyarat yang bersifat seksual. Dan hal ini bisa dilakukan melalui teknologi dan komunikasi dan juga penyebaran konten porrnografi tanpa persetjuan korban. Jika kita melihat dari pandangan pelecehan seksual secara fisik, seperti menyentuh, meraba, mencium dan memeluk tanpa persetujuan. Ada juga pemaksaan dalam melakukan hubungan seksual yang menimbulkan rasa sakit terhadap korban. Dengan hal ini, jika ini terus-terusan terjadi, maka adanya pelanggaran hak asasi manusia yang menrenggut rasa aman dan martabat para korban
Di tengah situasi yang memprihatinkan akibat maraknya pelecehan dan kekerasan seksual di Indonesia, disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) No. 12 Tahun 2022 yang menjadi secercah harapan bagi para korban. UU ini menjadi tonggak sejarah penting dalam upaya melawan kekerasan seksual di tanah air, menghadirkan definisi yang lebih luas, mekanisme pelaporan yang lebih komprehensif, dan sanksi yang lebih tegas bagi para pelaku. Dimana UU TPKS tidak hanya mencakup penetrasi seksual tanpa persetujuan seperti yang telah diatur dalam KUHP, tetapi juga berbagai bentuk pelanggaran seskual lainnya, seperti, pelecehan seksual, eksploitasi seskual, perbudakan seksual, kekerasan seksual berbasis elektronik, perkawinan paksa dan penyiksaan seksual.
Sanksi bagi para pelaku pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan di indonesia Di atur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) No. 12 Tahun 2022 mengatur sanksi yang lebih tegas bagi pelaku pelecehan dan kekerasan seksual (PKS) terhadap perempuan di Indonesia. Sanksi ini bertujuan untuk memberikan efek jera bagi pelaku, melindungi korban, dan mewujudkan keadilan. UU TPKS mengatur berbagai jenis sanksi bagi pelaku Pelecehan dan Kekerasan Seksual yaitu, Hukuman penjara bagi pelaku Pelecehan dan Kekerasan Seksual dapat bervariasi tergantung jenis Pelecehan dan Kekerasan Seksual yang dilakukan, mulai dari 4 tahun hingga 15 tahun, bahkan seumur hidup. Selain hukuman penjara, pelaku Pelecehan dan Kekerasan Seksual juga dapat dikenakan denda dengan jumlah yang bervariasi tergantung jenis Pelecehan dan Kekerasan Seksual yang dilakukan. Pelaku Pelecehan dan Kekerasan Seksual diwajibkan untuk memberikan restitusi atau ganti rugi kepada korban atas kerugian yang diderita, baik fisik, psikis, maupun materi. Pelaku Pelecehan dan Kekerasan Seksual dapat dikenakan sanksi pencegahan, seperti larangan untuk melakukan kontak dengan korban, larangan untuk memasuki tempat-tempat tertentu, atau wajib mengikuti program rehabilitas.
Maka untuk itu, dalam melawan pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia membutuhkan upaya komprehensif dari berbagai pihak. Berikut beberapa poin penting yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya pelecehan dan kekerasan sekual, seperti Melakukan edukasi seksual komprehensif dimana dengan hal ini memperkenalkan pendidikan seksual yang komprehensif sejak dini untuk anak-anak dan remaja, termasuk materi tentang consent, hubungan yang sehat, bahaya pelecehan dan kekerasan seksual, dan hak-hak seksual. hal ini dapat dilakukan di sekolah, komunitas, dan rumah tangga, Melakukan Gerakan anti pelecehan dan kekerasan seksual yang masif dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya pelecehan dan kekerasan seksual, kesetaraan gender, dan pentingnya menghormati batasan individu. Mendorong budaya saling menghormati dan kesetaraan gender di semua ruang publik dan privat. Hal ini dapat dilakukan melalui edukasi, dan penegakan aturan yang konsisten. Memberdayakan perempuan dan anak perempuan dengan pengetahuan, keterampilan, dan akses sumber daya untuk meningkatkan kepercayaan diri, kemandirian, dan kemampuan mereka dalam melindungi diri dari pelecehan dan kekerasan seksual, Memperkuat ketahanan keluarga dengan membangun komunikasi yang terbuka, saling percaya, dan mendukung antar anggota keluarga. Hal ini dapat membantu mencegah terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual dalam lingkup keluarga.
Upaya lainya adalah Menyediakan sistem pelaporan pelecehan dan kekerasan seksual yang mudah diakses dan ramah bagi korban, seperti hotline, layanan pelaporan online, dan pendampingan psikologis. Memberikan pelatihan yang memadai bagi aparat penegak hukum untuk menangani kasus pelecehan dan kekerasan seksual dengan sensitif, profesional, dan sesuai dengan UU TPKS. Serta Meningkatkan akses korban pelecehan dan kekerasan seksual terhadap layanan kesehatan dan psikologis untuk membantu mereka dalam pemulihan fisik dan mental. Meningkatkan kesadaran tentang pelecehan dan kekerasan seksual di lingkungan sekitar dan dorong orang lain untuk berbicara tentang masalah ini.
Adapun upaya penanggulangan pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia membutuhkan upaya yang komperhensif dengan guna tujuan melindungi korban dan membantu para korban dalam proses pemulihan, Adapun cara yang dilakukan adalah yang pertama, melakukan pendampingan korban yaitu dengan cara Memberikan dan Menyediakan layanan psikologis untuk membantu korban mengatasi trauma, membangun kembali kepercayaan diri, dan menyembuhkan luka emosional. Memberikan pendampingan hukum bagi korban untuk membantu mereka dalam proses pelaporan, penuntutan pelaku, dan mendapatkan hak-hak mereka.
Menyediakan layanan kesehatan untuk membantu korban mengatasi luka fisik dan trauma akibat Pelecehan dan Kekerasan Seksual dan Memberikan dukungan emosional dan membangun rasa aman bagi korban untuk membantu mereka dalam proses pemulihan. Yang kedua adalah melakukan Perlindungan bagi korban dengan cara Melindungi korban dari ancaman, intimidasi, dan kekerasan lanjutan dari pelaku. Menjaga kerahasiaan identitas korban untuk melindungi mereka dari stigma dan diskriminasi. Memastikan keamanan korban selama proses pelaporan, penuntutan, dan mempromosikan perlindungan hak-hak korban sesuai dengan UU TPKS dan peraturan perundang-undangan lainnya. Yang ketiga adalah pemulihan terhadap korban dengan cara membantu korban dalam proses penyembuhan trauma fisik dan emosional melalui terapi, konseling, dan dukungan kelompok. membantu korban dalam membangun kembali kehidupan mereka, seperti kembali ke sekolah, pekerjaan, atau memulai usaha baru. Dll. Dan yang paling penting adalah peran aktif masyarakat dalam memberikan dukungan emosional secara praktis dan finansial kepada korban pelecehan kekerasan seksual.
Upaya/Tindakan Hukum Bagi Korban atau calon korban untuk mencegah dan
mengatasi permasalahan.
Korban atau calon korban memiliki hak untuk melakukan upaya hukum guna mencegah dan mengatasi permasalahan yang mereka hadapi. Upaya hukum tersebut dapat dilakukan melalui jalur pidana maupun perdata, tergantung pada jenis permasalahan yang dihadapi.
1. Upaya Hukum Pidana
Upaya hukum pidana dilakukan untuk menindak pelaku kejahatan dan memberikan efek jera. Korban atau calon korban dapat melakukan upaya hukum pidana seperti Melaporkan kejadian kepada pihak kepolisian hal Ini adalah langkah awal yang harus dilakukan korban atau calon korban. Laporan tersebut akan menjadi dasar bagi polisi untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. Korban atau calon korban perlu memberikan keterangan kepada penyidik atau di persidangan untuk menjelaskan kejadian yang mereka alami. Jika korban atau calon korban merasa penetapan tersangka atau penangkapan terhadap diri mereka tidak sah, mereka dapat mengajukan gugatan praperadilan ke pengadilan, dan korban berhak untuk menuntut ganti rugi kepada pelaku atas kerugian yang mereka derita akibat kejahatan yang dilakukan.
2. Upaya Hukum Perdata
Upaya hukum perdata dilakukan untuk menyelesaikan sengketa antara pihakpihak yang terkait dan memulihkan hak-hak yang dilanggar. Korban atau calon korban dapat melakukan upaya hukum perdata seperti, Korban dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan untuk meminta ganti rugi dari pelaku atas kerugian yang mereka derita. Korban dapat mengajukan permohonan penetapan hak ke pengadilan untuk memastikan hak-hak mereka, seperti hak atas harta benda atau hak asuh anak. Korban atau calon korban dapat mengajukan permohonan perlindungan hukum ke pengadilan untuk mendapatkan perlindungan dari tindakan ancamanan atau kekerasan dari pelaku.
Selain upaya hukum, korban atau calon korban juga dapat melakukan langkahlangkah pencegahan untuk menghindari terjadinya permasalahan seperti, Korban atau calon korban harus selalu waspada terhadap potensi bahaya di sekitar mereka. Korban atau calon korban harus mencari informasi tentang modus operandi kejahatan yang sering terjadi di sekitar mereka. Korban atau calon korban dapat menggunakan alat pelindung diri, seperti alarm pribadi atau kamera CCTV, untuk meningkatkan keamanan mereka. Korban atau calon korban harus menjalin komunikasi dengan orang lain, seperti keluarga, teman, atau tetangga, agar mereka dapat meminta bantuan jika mereka membutuhkannya.
Korban atau calon korban berhak untuk mendapatkan bantuan hukum dari advokat atau lembaga bantuan hukum. Bantuan hukum dapat membantu korban atau calon korban dalam memahami hak-hak mereka, memilih upaya hukum yang tepat, dan mendampingi mereka dalam proses hukum. Seperti ke Lembaga Bantuan Hukum, Kantor Polisi, Komnas Perempuan, dan Korban juga dapat berkonsultasi dengan advokat atau lembaga bantuan hukum untuk mendapatkan informasi dan bantuan hukum yang tepat.
info Jakarta, Medan dan Manado https://sahardjo.com/firma/