Perlindungan Hukum Bagi Eksploitasi Anak Pekerja
(Penulis: Tiarma Simanjuntak)
Dari jaman ke jaman, sampai pada kehidupan modern ini, kita tidak jarang menjumpai anak-anak di bawah umur harus bekerja keras. Dengan tujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Di Negara Indonesia fenomena ini masih menjadi kenyataan yang pahit bagi sebagain anak khusunya anak yang masih dibawah umur. Biasnya hal ini terjadi karena adanya faktor kemiskinan yang mendorong eksploitasi anak dalam pekerjaan. Dimana orang tua memiliki penghasilan yang sangat rendah, atau orang tua yang terlilit utang, sehingga mengakibatkkan dengan keterpaksaan mendorong anak-anak mereka untuk bekerja demi membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Hal ini juga diakibatkan kurangnya akses Pendidikan dan kessadaran hukum yang juga mempengaruhi situasi. Dimana anak-anak yang tidak bersekolah dan kepada orangtua yang tidak mengetahui hak-hak anak menjadi lebih rentan terhadap eksploitasi.
Akibatnya dengan hal ini, timbulah dampak negatif yang signifkan bagi anakanak, baik secara fisik, emoosional, maupun secara sosial. Anak-anak yang dieksploitasi dalam bekerja keras beresiko mengalamai kelelahan fisik, cedera, dan penyakit lainnya. Mereka juga kehilangan waktu bermain masa kecil bersama teman sebayanya dan juga kehilangan waktu untuk belajar yang menghambat perkembangan kognitif, sosial dan emosional. Selain itu anak-anak dibawah umur yang bekerja keras, rentan terhadap kekerasan dan pelecehan seksual karena eksploitasi sehingga mengakibatkan trauma psikologis yang dapat membekas hingga dewasa. Dampak lainnya yang sangat berpengaruh kepada masa depan adalah anak-anak yang bekerja keras dapat mengakibatkan anak-anak putus sekolah atau tidak fokus dalam belajar yang mengakibatkan menghambat perkembangan Pendidikan sekolah mereka.
Apa yang terjadi yang kita lihat saat ini adalah diatur oleh Undang-Undang Perlindungan anak. Namun dalam kenyataanya bahwa dilapangan menunjukan masih banyak anak-anak yang terkebak dalam jerat kerja keras, kehilangan masa kecil mereka dan juga hak-hak mereka terabaikan. Pernyataan tersebut dengan tepat menggambarkan kesenjangan yang mencolok antara idealisme hukum perlindugan anak dan realita pahit yang dihadapi banyak anak di Indonesia. Di satu sisi, UndangUndang Perlindungan Anak, seperti UU Nomor 35 Tahun 2014, dan juga UndangUndang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, secara tegas melarang eksploitasi anak dalam pekerjaan dan menjamin hak-hak fundamental mereka. Kedua Undang-Undang ini memiliki tujuan yang sama, yaitu melindungi anak dan memastikan hak-hak mereka terpenuhi. Namun terdapat perberdaan dalam pendekatan beserta fokusnya dalam Undang-Undang.
UU KETENAGAKERJAAN: Melarang mempekerjakan anak di bawah usia 18 tahun (Pasal 77 ayat (2)). Membolehkan anak berusia 13-15 tahun bekerja dengan syarat tertentu, seperti:
1. Izin dari orang tua/wali.
2. Tidak mengganggu pendidikan, kesehatan, dan perkembangannya.
3. Bekerja di tempat yang aman dan sesuai dengan jam kerja yang diatur.
Memiliki ketentuan mengenai:
1. Upah Minimum Kerja (UMK) untuk pekerja anak.
2. Jam kerja, istirahat, dan cuti untuk pekerja anak.
3. Kesehatan dan keselamatan kerja bagi pekerja anak.
4. Sanksi bagi pengusaha yang mempekerjakan anak secara ilegal.
UU ANAK: Melarang anak untuk melakukan pekerjaan yang berbahaya, berat, mengancam kesehatan, keselamatan, dan moralitasnya (Pasal 76 ayat (1)). Memiliki ketentuan mengenai:
1. Pekerjaan anak yang diperbolehkan dan dilarang.
2. Bentuk-bentuk perlindungan bagi anak yang bekerja, seperti:
3. Pendidikan dan pelatihan.
4. Layanan kesehatan.
5. Perlindungan dari eksploitasi dan pelecehan.
6. Sanksi bagi orang tua/wali atau pihak lain yang memaksa anak bekerja.
Namun jika kita lihat dari beberpa kasus yang terajdi, mungkin terdapat tumpeng tindih antara kedua undang-undang ini, jadi jika terjadi tumpeng tindih, maka ketentuan yang paling menguntungkan bagi anak yang harus diterapkan, dan Undang-Undang ini masih perlu untuk dioptimalkan untuk memastikan perlindungan anak yang bekerja secara maksimal.
Walaupun Undang-Undang ini diterapkan di Indonesia, namum masih sering terjadi eksploitasi anak di negara Indonesia, maka dengan hal ini ada beberapa hal hal yang perlu diuapayakan secara optimal agar anak-anak terbebas dari Eksploitasi anak. Yang pertama, bahwa pemerintah perlu menguatkan program pengentasan kemiskinan khususnya di Indonesia dan meningkatkan akses Pendidikan bagi anak-anak, melakukan sosialisasi hukum dan edukasi tentang hak anak-anak kepada masyarakat yang masih kurang tau hal ini, guna untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
Adanya peran aktif orang tua dan keluarga, dimana orang tua harus dibekali pengetahuan dan kemampuan untuk melindungi anak-anak mereka dari eksploitasi, dengan hal ini masyarakat juga perlu peka terhadap situasi anak-anak disekitar merela dan melaporkan jika melihat adanya indikasi eksploitasi. Perlunya melindungi masa depan anak Indonesia karena itu adalah bagian dari tanggungjawab kita bersama, dengan melakukan kerja sama, kita dapat mencipatkan lingkungan yang aman dan koindusif bagi anak-anak untuk tumbuh dan berkembang tanpa harus terjebak dalam kerja keras.
Selain upaya juga, ada beberapa Solusi yang dapat membantu anak-anak dalam hal ekploitasi dengan cara, Memberikan bantuan sosial kepada keluarga prasejahtera dengan syarat anak-anak mereka bersekolah dan tidak bekerja. Membangun sekolah gratis di daerah terpencil dan tertinggal untuk meningkatkan akses pendidikan bagi anak-anak dari keluarga prasejahtera. Memberikan pelatihan keterampilan dan kewirausahaan kepada orang tua untuk meningkatkan penghasilan mereka dan mengurangi kebutuhan anak-anak untuk bekerja. membangun pusat rehabilitasi untuk memberikan layanan pemulihan fisik, psikososial, dan edukasi kepada anak-anak yang menjadi korban eksploitasi.dan Mengembangkan aplikasi mobile yang mudah digunakan untuk melaporkan kasus eksploitasi anak kepada pihak berwenang.
info Jakarta, Medan dan Manado https://sahardjo.com/firma/