Tindak Pidana Ringan
Tindak Pidana Ringan
oleh Welly 040
Tindak Pidana Ringan atau yang biasa disingkat sebagai Tipiring adalah istilah yang digunakan di dalam hukum pidana Indonesia. Tindak Pidana Ringan mengacu pada jenis pelanggaran atau kejahatan yang dianggap memiliki tingkat kejahatan yang lebih rendah dibandingkan dengan tindak pidana serius lainnya. Tindak Pidana Ringan dapat dikenai hukuman yang lebih ringan daripada tindak pidana yang lebih serius.
Sistem Tipiring mengakui bahwa tidak semua tindak pidana memiliki tingkat kejahatan yang sama dan bahwa dalam beberapa kasus, hukuman yang lebih ringan atau alternatif mungkin lebih sesuai. Beberapa contoh tindak pidana ringan yang mungkin dikenai hukuman lebih ringan atau sanksi alternatif termasuk pelanggaran lalu lintas tertentu, pencurian kecil, atau pelanggaran administratif tertentu.
Penerapan Tindak Pidana Ringan dapat membantu menghindari pembebanan sistem peradilan pidana dengan kasus-kasus yang relatif kurang serius dan memberikan ruang bagi sistem untuk fokus pada penanganan tindak pidana yang lebih serius. Namun, penting untuk diingat bahwa definisi dan klasifikasi tindak pidana ringan dapat bervariasi antara yurisdiksi dan sistem hukum yang berbeda.
Pengaturan hukum tentang tindak pidana ringan pada dasarnya telah diatur dalam Pasal 205 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, termasuk prosedur penyelesaian perkara tindak pidana ringan melalui acara pemeriksaan cepat yang tertuang dalam Pasal 205-210 KUHAP.
Jika dilakukan integralitas pengaturan hukum lainnya dengan Pasal 205 ayat (1) KUHAP, maka dapat diperoleh bahwa pengaturan hukum lainnya yang berorientasi mengenai tindak pidana ringan yaitu KUHP Pasal 301 ayat (2), 352 ayat (1), 364,373, 379,384, 407 ayat (1), 482, 315 KUHP, dan Perppu No. 16 Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan dalam KUHP.
Dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan terdapat beberapa ketentuan khusus, yaitu:
1. Yang berfungsi sebagai penuntut adalah penyidik atas kuasa penuntut umum, di mana pengertian ‘atas kuasa’ ini adalah ‘demi hukum’.
2. Tidak dibuat surat dakwaan, karena yang menjadi dasar pemeriksaan adalah catatan dan berkas yang dikirimkan oleh penyidik ke pengadilan.
3. Saksi tidak mengucapkan sumpah atau janji, kecuali apabila hakim menganggap perlu.
Menurut Yahya Harahap (Hal 423 s.d hal 429), pemeriksaan Tipiring dilakukan sebagai berikut:
1. Pelimpahan dan pemeriksaan perkara Tipiring tanpa dicampuri dan diikuti oleh penuntut umum.
2. Semua perkara Tipiring yang diterima pengadilan segera disidangkan pada hari itu juga.
3. Pengajuan perkara tanpa surat dakwaan.
4. Saksi tidak mengucap sumpah atau janji kecuali hakim menganggap perlu